Minggu, 18 Maret 2012

Hujan Asap dan Tuhan Sembilan Senti

Masih saja prihatin alih-alih merutuki dalam hati manusia yang masih tega mengotori raga yang diciptakan Allah SWT hanya demi tuhan yang lain. Setiap kali mata menangkap hujan asap itu, teringat selalu pada karya sastrawan besar Taufik Ismail..selalu, dan saya cuma sanggup beristighfar dalam hati, karena mungkin tak pernah sanggup menghentikan hujan asap itu seorang diri...

Tuhan Sembilan Senti
karya Taufik Ismail

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok

Di sawah petani merokok
di pabrik pekerja merokok
di kantor pegawai merokok
di kabinet menteri merokok
di reses parlemen anggota DPR merokok
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok
hansip-bintara- perwira nongkrong merokok
di perkebunan pemetik buah kopi merokok
di perahu nelayan penjaring ikan merokok
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok.

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi perokok
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.
Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok,

Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok, sampai kabarnya kuda andong minta
diajari pula merokok,

Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok
tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru
diam-diam menguasai kita

Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran, di toko buku orang merokok,
di kafe di diskotik para pengunjung merokok

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan abab rokok
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul
saling menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya.

Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap
rokok di kantor atau di stopan bus, kita ketularan penyakitnya.

Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS,

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia
dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu, bisa ketularan kena

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
dan ada juga dokter-dokter merokok,

Istirahat main tenis orang merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
panitia pertandingan balap mobil, pertandingan
bulutangkis, turnamen sepakbola mengemis-ngemis mencium kaki sponsor
perusahaan rokok,

Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil ‘ek-’ek orang goblok merokok
di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok
di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi orang
perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita,

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat
merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.

Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala
kecil, sembilan senti panjangnya, putih warnanya, kemana-mana dibawa dengan setia,
satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang,
tampak kebanyakan mereka memegang rokok
dengan tangan kanan, cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.

Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan yang
sedikit golongan ashabus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC
penuh itu. Mamnu’ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.

Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i.

Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok.
Laa taqtuluu anfusakum. Min fadhlik, ya ustadz.

25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu
‘alayhimul khabaaith. Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada
zaman Rasulullah dahulu, sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada
rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok,
lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan,

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi
itu, yaitu ujung rokok mereka.

Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, dan ada yang
mulai terbatuk-batuk,

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari
ini, sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok.
Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan
lalu lintas, lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan
longsor, cuma setingkat di bawah korban narkoba,

Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita, jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam kantong baju dan celana, dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna, diiklankan dengan indah dan cerdasnya,

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,
tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini,
karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan
api dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,

Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar