Teringat ku pada suatu
sore di bulan Ramadhan lima tahun lalu, sore yang cerah seperti hari
ini, dengan matahari yang hangat dan angin menerbangkan debu naik ke
udara, persis seperti hari ini...
Seorang penjual
asongan mengetuk kaca jendela angkutan kota yang kutumpangi, tersenyum
ia menawariku segelas air dalam kemasan. Sore ini aku memang haus,
dipenghujung hari puasa selalu seperti itu. Tapi maghrib masihlah lama
padahal dalam hitungan menit aku mestinya sudah sampai di rumah.
Hidangan ta'jil dirumah pastilah lebih menarik tinimbang segelas air
kemasan.Sejenak aku bersitatap dengan sang penjual minuman itu,
wajahnya yang legam terbakar matahari, lengannya kurus dan hitam,
dipundaknya tergantung kantong plastik hitam besar berisi barang
jualannya, tampak berat disandangnya, sehari ini entah berapa hasil
yang sudah diperolehnya dari berjualan..hari puasa pasti tidak seramai
hari biasa..
Lengan hitam itu masih terjulur
dari jendela dengan segelas air dingin, matanya penuh harap akulah
pembeli berikutnya..ah..baiklah.."dua, bang"..kataku dan dengan sigap
dikeluarkannya lagi sebuah..kuterima keduanya, dan selembar uang seribu
rupiah berpindah tangan, kudengar sekilas ia mengucap "Alhamdulillah,
terima kasih". Dalam hati spontan sebuah doa bergema semoga hari itu ia
diberkahi banyak rizki olehNya.
Disisa perjalananku
sore itu, sempat kurenungi kejadian kecil yang baru saja lewat. Bagi
orang - orang seperti penjual asongan tadi, selembar uang seribu begitu
berarti. Teringat ucapan Hamdalah yang spontan mengalir dari bibirnya
tadi, ucapan terima kasih tulus terdengar sebagai ungkapan rasa syukur
atas rezeki yang ia terima. Aku berkaca pada diriku sendiri, berbulan..
bertahun aku menerima penghasilan yang nilainya mungkin lebih besar
dari sipenjual asongan tadi,..aku bahkan tak bisa mengingat apakah
Hamdalah yang terlontar setiap kali aku menerimanya.
Refleksi
rasa syukur seringkali begitu nyata terlihat pada wajah-wajah 'orang
kecil' atau orang-orang tertindas, mereka yang terpinggirkan dalam pola
kehidupan kini yang makin materialistis. Sedangkan bagi sebagian yang
lain, bahkan ditengah limpahan harta pun mereka enggan mengakui bahwa
telah tercukupkan dirinya dengan segala apa yang telah Dia berikan,
yang ada hanya rasa kurang..dan kurang..sehingga jangankan ungkapan
rasa syukur..kadang rasa tak puas malah menghadirkan ruang untuk
berburuk sangka padaNya mengapa tiada cukup juga rasanya rezeki yang Ia
limpahkan..astagfirullah..
Hari itu aku
telah diingatkan untuk senantiasa mensyukuri segala nikmat yang telah
kuterima. Untuk beberapa hal, aku mungkin telah menerima lebih banyak
dari sebagian orang lain ..dan karena itu aku sepatutnya berterima
kasih pada Nya. Bukan sebatas ucapan, tapi lebih dari itu, aku bisa
juga mewujudkannya dengan semangat berbagi dengan mereka yang
memperoleh lebih sedikit dariku,...segelas air dalam kemasan di sore
puasa?...mmm rasanya boleh juga..
repost : postingan ini pernah tayang di blog saya http://vivifajar.multiply.com/journal/item/3/Renungan-bedug-hari-ke-12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar